Laman

Minggu, 22 Mei 2016

Prompt #116 - V E N U S

Sketsa digambar oleh Carolina Ratri

Karena terlalu sering mendapat diskriminasi dari kaum lelaki, para perempuan di dunia membuat sebuah gebrakan. Ilmuwan-ilmuwan wanita dari seluruh dunia bergabung dan melakukan ekspedisi ke planet jiran. Mereka menciptakan roket dan berencana pindah ke sana. Antusias, hampir seluruh wanita bumi ingin tinggal di sana. Di sana serba nikmat, sebab segala fasilitasnya sudah dibuat secanggih dan semewah mungkin. Sampai-sampai kaum lelaki pun ingin ikut dan menyamar jadi perempuan. Tapi maaf, hanya perempuan yang boleh pergi. Hanya perempuan!




“Kamu harus memikirkannya dua kali, Dit. Bagaimana denganku? Bagaimana dengan anak-anak?”

“Kamu sudah dewasa kan, Mas? Kamu sendiri yang bilang padaku kamu sudah tak membutuhkanku lagi. Soal anak-anak, aku akan bawa Tia. Kau yang urus Eros.”

Tapi itu tidak adil! Sama sekali tidak adil. Aku memang bukan sosok pria yang baik, tapi aku selalu menyayangi mereka. Afrodit, istriku, Adrestia, putriku. Tapi kenapa mereka berbondong-bondong pergi meninggalkanku? Pergi ke luar kota atau negeri mungkin masih bisa kukejar, masih mampu kususul. Tapi macam mana bila pergi ke luar planet?! Pening kepalaku.

“Kamu salah tafsir. Mana mungkin aku bisa hidup tanpa kamu?! Mana mungkin?!”

“Aku tak sedikit pun peduli.”

“Ini bodoh, Dit. Lelaki dan perempuan sudah diciptakan sepasang. Keduanya saling membutuhkan dan harus saling mengisi. Bayangkan kalau di bumi hanya ada laki-laki. Bayangkan kalau di Venus hanya ada perempuan. Cepat atau lambat kita pasti akan punah.”

Gerakan itu sudah dikampanyekan sejak sepuluh tahun yang lalu. Pemerintah seluruh negara sudah mengecamnya. Tapi entah bagaimana caranya, perempuan selalu punya cara yang unik untuk lolos. Mereka selalu punya jalan keluar. Mereka selalu lebih tangguh dari laki-laki. Hingga akhirnya, pada tahun 2056, rencana itu benar-benar terealisasikan. Di Indonesia sendiri, mereka menyebut gerakan ini dengan sebutan “Baper!” alias Bawa Perubahan! 

Sementara mereka berkemas untuk menuju hidup yang baru, kami para lelaki pun harus siap mental untuk menuju hidup yang “baru” juga. Entah bagaimana nantinya. Aku tak tahu. Aku tak mengerti. Aku begitu takut. Bahkan para pelaku poligami dan para penikmat nafsu dunia itu pun lebih takutnya dari diriku.

“Cukup. Keputusanku sudah bulat! BU-LAT!”


***


Tanganku tak henti-hentinya menggenggam tangan Adrestia, putriku. Kami sudah meninggalkan rumah. Mungkin takkan kembali lagi. Sekarang ini aku, dan ribuan perempuan lainnya sudah berada di bandara antariksa tempat di mana kami akan menumpang roket raksasa yang akan membawa kami lintas planet.

Hiruk-pikuk mengusik telingaku. Suara cekikikkan dan gumaman terdengar di sana-sini. Aku berada di tengah keramaian, namun entah mengapa hatiku begitu sepi. Kosong. Tak terpikirkan olehku kehidupanku yang baru itu. Tak kupedulikan apakah di Venus ada mall atau tempat karaoke. Tak kuacuhkan bagaimana aku dapatkan seks di sana. Yang terlintas dalam benakku hanyalah rumah, Mas Ares, dan Himeros, putraku.

Bagaimana mereka? Sanggupkah mereka hidup tanpa aku? Bagaimana sarapannya? Siapa yang akan menyiapkan pakaiannya? Siapa yang akan membangunkannya besok pagi? Oh, Demi Neptunus, hatiku begitu gundah. Sampai-sampai pertanyaan Adrestia tak lagi kugubris.

“Bunda? Bunda kenapa nangis?”

“Dit? Afrodit? Kamu menangis?”

“Aku harus pulang, Na.”

“Jangan bercanda! Kita sudah sejauh ini. Kamu serius kan mau ke Venus?!”

“Kamu salah tafsir, Athena. Mana mungkin aku bisa hidup tanpa suamiku?! Mana mungkin?!”







500 kata yang diluncurkan untuk meramaikan Prompt #116 bertema Perempuan di Monday Flash Fiction. Meskipun ketentuannya cuma 300 kata. Nggak masalah. Bisa nulis lagi aja udah lega banget rasanya! Wekz.

3 komentar: